Jenius Tidak Selalu berIQ tinggi
Banyak anak jenius ilmu pasti hanya berahir dibangku sekolah.Ia pandai disekolah saja.Banyak dari mereka hanya berpikir bagaimana bisa bekerja pada perusahaan.Kejeniusannya tidak dimanfaatkan untuk menemukan sesuatu.Ia hanya pandai menyelesaikan soal sintesis (buatan) tapi tidak bisa menyelesaikan soal empiris .Ia mampu menyelesaikan soal-soal diatas kertas yang dibuat oleh orang.Sedangkan soal itu telah diuji lebih dulu , betul apa tidaknya.Dia hanya menyusun ulang saja soal cerita tersebut.
Ada kejadian menarik di TV ONE (tgl 13 mei 2010) dua orang siswa tengah mewawancarai oleh pembaca berita. Mereka lulusan terbaik 2010 dengan nilai UN tertinggi di Indonesia.Siswa dan siswi itu nilai matematikannya 10.Ketika ada sesi interaktif yang menguji kepintaran dengan sebuah soal matematik,ternyata siswa itu tidak bisa menjawab dengan tepat apalagi cepat. Tidak mampu menjawab pertanyaan sebagaimana stigma seorang jenius.Kesan sebagai anak cerdas tidak bisa dibuktikan dengan ajaib di depan TV.Kenapa bisa seperti itu.Apakah nilai yang tinggi itu hanya kebetulan saja ?
Ia hanya kebetulan bisa mengerjakan soal UN dengan cermat karena (mungkin) rajin latihan mengerjakan soal UN.Ia bukan anak jenius seratus persen.Ia hanya mampu mengerjakan soal-soal ujian .Soal itu memang sengaja dibuat dan tentu saja ada jawabannya.
Kalau memang benar-benar jenius,ia langsung bisa menjawab tanpa perlu menghitung dulu dengan rumus.Ia akan menjawab dengan logika didalam otaknya dengan cepat.Menurut hemat penulis,kecerdasan otak seperti itu tidak lagi penting untuk jaman digital.Memecahkan persoalan dengan cara menghitung dengan rumus tidak lagi relevan.Sekarang ini dibutuhkan anak dengan kejeniusan lebih maju,seperti yang dilakukan oleh anak indigo.Mestinya standar kecerdasan mengacu pada anak-anak seperti mereka. Sudah meninggalkan konsep cerdas yang konvensional,yakni cerdas diatas selembar kertas.Tapi cerdas secara kontekstual.
Anak Indigo atau Anak Matahari adalah anak dengan kategori kecerdasan yang unik.Ia memiliki ciri-ciri kusus yang lain dari anak kebanyakan.Dalam buku The Indigo Children,Doreen Virtue menyebutkan ciri-ciri anak indigo sebagai berikut :Sangat sensitif,energinya berlebihan,mudah bosan,mempunyai pilihan sendiri dalam belajar,banyak ide(sehingga mudah frustasi kalau melihat keadaan tidak sesuai dengan idenya),Tidak bisa diam,dan belajar lewat eksplorasi .
Anak Indigo mempunyai ciri lain misalnya tidak suka dengan keteraturan.Tidak suka dengan antrian,dan tidak suka menunggu hanya untuk memastikan sebuah aturan baku.Ia suka menyendiri karena merasa orang lain terlalu bertele-tele dan basa basi.Bila menyelesaikan pekerjaan ia cenderung memiliki cara tersendiri yang tidak umum.
Satu hal yang perlu dicatat anak indigo memiliki skor IQ yang tinggi tapi ia sendiri kadang tidak suka dengan kategori macam itu.Pengkategorian seperti itu tidak penting karena bertolak dari sebuah keteraturan ilmiah semata.Ia tidak suka dengan keteraturan.
Pengkategorian jenius melalui tes-tes normatif semacam UN atau tes IQ sebenarnya tidak pas untuk dijadikan ukuran.Persoalannya materi tes-tes tersebut dibuat oleh orang, yang bisa jadi tidak jenius.Soal itu dibuat dengan mensimulasikan pertanyaan semata.Tes-tes normatif hanyalah kegiatan pengulangan dari simulasi sebuah konsep.Yang diperlukan hanya mengetahui cara menemukan jalannya saja.Ibaratnya ia hanya merekonstruksi ulang sebuah karya lego dari orang lain.Bukan membuat karya dari sekarung peaces lego sendiri.
Apalagi sekarang ini banyak lembaga bimbingan tes,yang mengajarkan bagaimana memiliki trik mengerjakan soal.Bukan bagaimana memahami konsep sebuah teori.Maka bila banyak anak cerdas dengan kategori bernilai bagus,tidak mengherankan.Nilai yang tinggi karena ia mahir mengerjakan soal,bukan memahami ilmu secara esensial.Kepandaian semacam itu bisa dilatih dengan rajin mengikuti bimbingan tes.
Kecerdasan yang diukur dengan tes-tes normatif atau tes IQ hasilnya tidak dapat dijadikan patokan.Tes IQ dari alat tes hanya memberikan sedikit indikasi tentang kecerdasan secara umum.Sedangkan intelegensia tidak dapat diukur dan diamati secara langsung,tapi disimpulkan dari tindakan nyata (karya cipta).Seorang filsuf dan matematikawan dari Perancis Rene Descartes mengatakan : memiliki pikiran cemerlang tidaklah cukup,yang terpenting bagaimana menggunakannya dengan baik.
Kita bisa lihat perbandingan dari daftar orang dengan IQ tinggi didunia.Einstein yang jelas-jelas diakui sebagai manusia super jenius masih kalah dengan Benjamin Netanyahu.Sijenius Eintein hanya memiliki nilai IQ 160,sedang Perdana Menteri Israel itu memiliki IQ 180.Kemudian ada artis hollywood Sharon Stone yang memiliki IQ 154,masa mengalahkan BJ.Habibie.Pengukuran ini jelas tidak mencerminkan kecerdasan yang sesungguhnya.Skor IQ bukan ukuran yang bisa dianut untuk mengkategorikan seseorang itu jenius atau tidak.Demikian juga dengan tes-tes sintesis yang lain.Kecerdasan bukan diukur dari nilai-nilai tes,tapi dari karya cipta yang dibuat seseorang.
Jenius atau kecerdasan bisa mengerjakan soal, belum bisa dikatakan seratus persen cerdas.Buktinya siswa dengan nilai tertinggi di Indonesia tidak mampu menjawab pertanyaan logika matematik dengan cepat.Ia terlihat tidak mampu menjawab pertanyaan mengenai (kalau tidak salah) kemungkinan berapa kali orang bersalaman dalam sebuah kelas dengan jumlah orang tertentu.
Kita tak perlu heran melihat anak cerdas dengan nilai tertinggi.Bukan mengesampingkan mereka.Kita mestinya sudah meningkatkan standarnya tidak berkutat pada hasil formal semacam itu.Memang banyak sekali sekarang anak cerdas dengan nilai bagus,dikarenakan beberapa sebab. Misalnya banyak sekali lembaga bimbingan tes atau buku-buku mengenai trik mengerjakan soal.Atau materi soalnya mempunyai pola yang sudah bisa ditebak dari tahun ketahun.Maka persoalannya ada pada si pembuat soal.Apakah mereka selalu menaikkan standar kerumitannya atau tidak.
Bagi penulis sendiri acungan jempol mestinya ditujukan pada anak-anak indigo.Merekalah sebenarnya anak jenius sejati yang mampu menyelesaikan persoalan orang banyak.Mereka mempunyai pemecahan masalah dengan logika mereka sendiri.Logika yang bisa dikatakan menyimpang dari standar normal.Mampu menyelesaikan sebuah permasalahan hanya bermodalkan data yang minim.Sedang anak cerdas yang kita maksud tadi hanya bisa menyelesaikan persoalan yang ruang lingkupnya terbatas pada pelajaran sekolahnya semata.Padahal standar kualitas sebuah kecerdasan sudah tidak lagi mengacu pada hal itu.
Katanya sebanyak 95% anak-anak Rusia yang lahir setelah tahun 1994 adalah anak indigo.Mungkinkah sama dengan di Indonesia,karena anak-anak cerdas banyak bermunculan sejak 5 tahun terahir ini.Prestasi banyak diraih anak-anak usia dibawah 15 tahun ?
Banyak kejadian yang dialami oleh anak-anak aneh di Indonesia yang bisa dikategorikan sebagai anak jenius.Kita masih teringat kejadian ada seorang anak yang kabur dari rumah dengan membawa uang 100 juta.Sebenarnya anak itu sangat jenius.Ia bisa melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh orang tua yang umurnya jauh diatasnya.Otaknya memiliki fungsi strategi luar biasa, sedang dia masih anak-anak.
Kemudian ada lagi fenomena sangat luar biasa yang dialami seorang bocah penyembuh yakni si PONARI.Sebenarnya ia memiliki kejeniusan yang tinggi, hanya kita tidak menyadarinya.Anak tersebut mampu bertindak seperti orang tua dengan menyembuhkan penyakit.Jangan dilihat dari cara mengobatinya yang memakai batu,tapi lihatlah sikapnya mengobati orang sakit.Bila kita bicarakan batunya,maka kita hanya berdebat antara masuk akal dan tahayul semata.Tapi coba kita renungkan sikapnya menyembuhkan penyakit.
Contoh satu lagi yang tidak kita sadari ,yakni kejadian yang menimpa bocah kecil dari Sulawesi,SINAR.Seorang anak kecil yang merawat ibunya .Ia anak jenius luar biasa.Mampu mengerjakan pekerjaan orang tua padahal umurnya belum 10 tahun.Anehnya ia sangat hiperaktif ketika dipisahkan dari ibunya.Ia seperti ditarik dari dunia yang ia senangi.Kita melihatnya kasihan,padahal ia sebenarnya sedang melakukan aksi kejeniusannya.
Ada kesamaan karakter yang terlihat pada anak-anak aneh diatas.Ketika ditanya tentang tindakannya,ia tidak mau menjawab.Mungkin ia tidak mau menjawab karena pertanyaan itu konyol.Pertanyaan itu tidak perlu dijawab karena sipenanya mestinya sudah tahu jawabannya.Ia akan menjawab pertanyaan yang mengandung segi futuristik,atau metafisik.Seorang Ponari akan dapat menjawab pertanyaan yang aneh buat kita.Mungkin ia akan bisa menjawab pertanyaan kenapa ada lumpur Lapindo di Sidoarjo.Penulis yakin anak kecil itu bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti itu.Jangan tanya mereka dengan pertanyaan seperti kepada anak kecil seumuranya,pasti ia diam.
Hal yang sama juga terjadi pada SINAR.,ia tidak menjawab pertanyaan-pertanyaan yang ditujukan kepadanya .Pertanyaan yang dimaksudkan untuk mengorek kegiatannya tak akan dijawab oleh anak-anak macam Sinar atau Ponari.Mereka yang kita lihat sebagai anak aneh, baru akan menjawab bila ditanya sesuatu diluar nalar kita semua.Walau jawabannya tidak seperti yang kita inginkan.Yang pasti mereka bisa merespon pertanyaan tersebut.Artinya mereka mampu berpikir jauh kedepan sebelum umurnya mencukupi.
Lain dengan kebalikannya,kejeniusan akademik adalah kategori kejeniusan passif.Kejeniusan yang didapat karena ketekunan menyerap informasi saja. Kejeniusan ini arahnya kedalam.Sedang kejeniusan aktif lawan dari kejeniusan passif arahnya keluar.Dalam pembahasan sebelumnya telah diutarakan sebagai kecerdasan intuitif dan normatif.
Orang dengan kejeniusan passif biasanya terbiasa menunggu.Sedang kejeniusan aktif biasanya mencoba.Perbedaan ini akan mengarahkan apa yang bakal dihasilkan.Apa yang akan dikreasikan.Apa yang menjadi produk ahir dari kedua jenis kejeniusan itu.Kejeniusan passif banyak berahir menjadi karyawan atau pegawai.Sedang kejeniusan aktif akan menghasilkan sesuatu buat kemajuan manusia.
Kecuali, orang dengan kejeniusan passif memiliki keberanian mencoba ,maka ia sudah menjadi orang dengan kejeniusan aktif.Berubah predikatnya.Mestinya seperti itu yang terjadi sehingga Indonesia yang punya 2000 lebih Perguruan tinggi menjadi negara maju dibidang ilmu pengetahuan.Nyatanya tidak !
dikutip dari: beloglepot.blogspot.com
0 Response to "Jenius Tidak Selalu berIQ tinggi"
Posting Komentar